Memaafkan Tapi Tidak Melupakan?
Table of Contents
Kata ‘maaf’ dalam bahasa arab berasal
dari kata ‘afa yang berarti memaafkan, di dalam al-Qur’an kata “afaa” beserta
derivasinya disebut sebanyak 32 kali. Misalnya di dalam QS. Ali imran ayat 152
dan 155 “dan sesungguhnya Allah telah memaafkan kalian”. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) menyebutkan, maaf adalah pembebasan dari tuntutan
(kekeliruan, kesalahan, dsb.)
Di dalam agama Islam memang
diperbolehkan membalas sebuah kejahatan, namun dengan konsekwensi bahwa balasan
itu sama/setimpal dengan apa yang diperbuat.
Di samping Islam membenarkan hal
tersebut, ada yang lebih baik dari membalas kejahatan itu, yakni dengan
memaaafkan dan berbuat baik kepada orang yang berbuat kejahatan. (lihat; QS.
As-Syuraa: 40). Oleh sebab itulah, ketika orang sudah bisa memaafkan dan
berbuat baik kepada orang yang berbuat jahat, maka Allah akan memberikan pahala
yang besar kepada orang tersebut.
Hari suci yang dirayakan oleh umat
muslim seluruh dunia yang dikenal sebagai hari raya idul fitri merupakan
implementasi dari pesan ideal moral yang disampaikan oleh Allah kepada manusia
lewat al-Qur’an, yakni saling memaafkan. Berkali-kali di dalam redaksi
al-Qur’an menyeru untuk memaafkan kesalahan orang lain atas diri kita, sebab
memaafkan itu lebih mendekatkan ketaqwaan kepada Allah. (QS. al-Baqarah: 237).
Memaafkan adalah suatu hal yang lebih
berat dari meminta maaf, sebab dengan memaafkan kita mencoba untuk
mengikhlaskan keburukan yang dilakukan oleh orang lain kepada kita. Orang bisa
dengan mudah meminta maaf, sebab ia menyadari bahwa ia memang salah, namun
orang yang didholimi belum tentu merelakan kesalahan itu ditimpakan kepadanya.
Ternyata di balik beratnya memberikan maaf kepada orang lainlah, manusia
benar-benar bisa memahami sifat-sifat baik yang dimiliki oleh Allah, yakni
memaafkan segala perbuatan manusia tidak peduli sebesar apapun kesalahan itu.
Namun ada dua hal yang perlu
diketahui bagaimana kita hendaknya memberikan maaf kepada orang lain. Pertama, memaafkan itu sendiri,
artinya kita benar-benar rela dan ikhlas bahwa orang yang meminta maaf kepada
kita pernah melakukan kesalahan yang mungkin fatal –menurut kita.
Kedua, yakni melupakan kesalahan itu,
terkadang banyak yang mengatakan “aku memaafkanmu, tapi tidak bisa melupakan
kesalahanmu.” Kalimat tersebut mungkin sering kita dengar bahkan kita sendiri
(saya juga pernah :D) yang mungkin pernah mengucapkannya. Padahal, ketika tidak
bisa melupakan kesalahan itu, berarti kita belum bisa memaafkan kesalahan
tersebut.
Hal ini bertolak belakang dengan
istilah manusia di dalam al-Qur’an dengan menggunakan kata al-insan, yang akar
katanya adalah huruf alif, sin, dan nun. Nabi pernah bersabda “Manusia adalah
tempatnya salah dan lupa.” Kata ‘lupa’ tersebut dalam bahasa arab menggunakan
kata “nisyan.” Yang akar katanya juga berupa alif, sin, dan nnun. Hal ini menunjukkan
bahwa kata al-insan mempunyai arti bahwa manusia sangat berpotensi untuk lupa.
Inilah rahmat dari Allah bahwa
sebenarnya kita diberikan sifat pelupa. Lupa di sini akan sangat sesuai dengan
pesan tersirat bahwa manusia berpotensi bisa melupakan kesalahan orang lain. Oleh
sebab itulah, memaafkan sudah semestinya dengan melupakan kesalahan itu. Jadi
tidak dibenarkan apabila orang berkata “aku memaafkan, tapi tidak melupakan.”
Bila masih ada yang berkata demikian, berarti ia belum memaafkan kesalahan tersebut.
Selamat Hari Raya Idul Fitri. Mohon Maaf Lahir dan Batin :)
Post a Comment