Pembelajaran Etika dalam Bahasa Jawa
Table of Contents
Bahasa merupakan alat
komunikasi yang dipakai individu dalam berinteraksi dengan individu yang lain,
atau dengan komunitas lain yang lebih besar. Masing-masing tempat mempunyai
bahasanya sendiri yang itu merupakan bentuk riwayat dari nenek moyang yang
berada di tempat tersebut.
Bahasa sangat erat
kaitannya dengan sistem yang berlaku dalam suatu teori, sebab itu ada ilmu pengetahuan untuk mempelajari suatu bahasa. Lain bahasa lain teori yang digunakan. Lain bahasa lain rasa yang ditimbulkannya.
Bahasa jawa merupakan bahasa yang digunakan mayoritas oleh penduduk di pulau jawa, yang terbagi menjadi tiga. Jawa Barat (dialek Banten, dialek Cirebon, dialek Tegal, dialek Banyumasan), Jawa tengah (Pekalongan, Kedu, Solo, Yogya, Blora, Semarang), dan jawa Timur (dialek Pantura Jawa Timur, Surabaya, Malang, Jombang, Bayuwangi).
Bahasa jawa merupakan bahasa yang digunakan mayoritas oleh penduduk di pulau jawa, yang terbagi menjadi tiga. Jawa Barat (dialek Banten, dialek Cirebon, dialek Tegal, dialek Banyumasan), Jawa tengah (Pekalongan, Kedu, Solo, Yogya, Blora, Semarang), dan jawa Timur (dialek Pantura Jawa Timur, Surabaya, Malang, Jombang, Bayuwangi).
Dari ketiga daerah yang
terbagi di pulau jawa itu, ada persamaan yang mendasar, yakni tentang undhak-undhuk
basa (etika berbahasa) dan menjadi bagian integral dalam tata karma
masyarakat jawa dalam berbahasa. Etika berbahasa itu terbagi menjadi tiga,
yakni ngoko (kasar), madya (biasa), kromo (halus).
Di antara masing-masing
bentuk ini terdapat bentuk penghormatan (ngajengake), honorific) dan
“perendahan” (ngasorake, humilific). Seseorang dapat berubah-ubah
undhak-undhuknya pada suatu saat, tergantung status yang bersangkutan dan lawan
bicaranya. Status tersebut bisa ditentukan oleh usia, posisi sosial, keilmuan,
dan lain-lain. Seseorang yang berbicara dengan lawan bicara yang sebayanya atau
statusnya sama dalam masyarakat, maka ia akan menggunakan bahasa jawa madya,
bila lawan bicaranya lebih kecil usianya maka ia menggunakan bahasa jawa ngoko,
dan bila lawan bicaranya lebih tua, maka ia menggunakan bahasa jawa kromo.
Misalanya.
Bahasa
Indonesia : Kamu hendak kemana?
Ngoko : Kowe arep nengndi?
Madya : Sampeyan arep
nengndi?.
Krama : Njenengan badhe
wonten pundi?.
Selain
menyesuaikan lawan bicaranya, bahasa jawa juga diharuskan untuk merendahkan
diri sendiri, dan meninggikan lawan bicara/yang dibicarakan. Misalnya, saya
hendak makan – menjadi kulo badhe dhahar. Ini secara etika berbasa jawa tidak
dibenarkan, sebab kata “dhahar” adalah kata yang masuk dalam kategori krama.
Semestinya “kulo badhe maem.”
Ini merupakan
pembelajaran etika secara tidak langsung yang digunakan oleh para pendahulu
kita, tentang bagaimana cara menghormati orang lain tidak hanya dengan perilaku,
tetapi juga dalam berbahasa. Karakteristik detail berbahasa seperti bahasa jawa
ini tidak ditemukan di negara-negara barat, melainkan di Austronesia dan
beberapa di asia timur seperti bahasa jepang dan korea.
Post a Comment