Isu-Isu Gender dalam Islam

Table of Contents
Isu gender yang sudah menjadi salah satu isu globalisasi, mau tidak mau, islam harus merespon atas isu tersebut. Sehingga para intelektual islam menggali norma-norma islam yang terkesan bias gender. Agama islam yang masih kuat dalam tradisi teks (al-Qur’an dan Hadits) dalam beberapa hal terkesan –tidak sebenarnya– mensubordinatkan kaum perempuan. Misalnya dalam hal pembagian waris, keluarga berencana, poligami, perceraian.
Isu-isu tersebut hanyalah terkesan bias gender yang selalu menomorduakan perempuan dari laki-laki. Dalam pembagian waris yang 1:2 (an-Nisa’ : 176) hal ini menjadi sangat wajar bila demikian, sebab perempuan sebelumnya tidak mendapatkan warisan apapun,
malahan istri ayah bisa diwariskan kepada anak laki-laki. Namun, pesan yang ingin disampaikan oleh teks adalah keadilan, sebab secara tradisi islam, yang wajib memberikan mahar pernikahan adalah laki-laki. Jadi ada keseimbangan dalam pembagian waris.
Pada isu poligami juga demikian, sebab pada zaman jahiliyah lelaki bebas mempunyai istri berapapun yang dikehendaki, kemudian islam datang untuk membatasi menjadi maksimal empat (QS. An-Nisa’: 3) itupun dengan konsekwensi harus bisa bersikap adil. Ini juga bermaksud untuk memberikan kejelasan nasab seorang anak. Bila sebaliknya (monogami) maka tidak ada kejelasan nasab dari mana nasab yang diperoleh si anak.
Dalam isu KB degan pembatasan anak menjadi dua saja, jika yang menjadi alasan adalah tidak mampu membiayai hidup yang layak bagi anak, maka hal ini tidak sesuai dengan teks yang mengkritik kaum jahiiyah bahwa mereka takut akan kemiskinan, sebab yang sebenarnya memberikan rejeki adalah Allah swt. (QS. Al-Maidah: 151). Ini menguatkan tauhid umat islam harus percaya bahwa allah yang akan menanggung semua makhluknya.
Isu-isu di atas sebenarnya bukan bermaksud untuk membatasi perempuan, namun untuk memberikan kebebasan yang berorientasi kebaikan. Menurut saya, Islam telah memposisikan perempuan sebagaimana mestinya, sebab banyak sekali ayat-ayat di dalam al-Qur’an yang menunjukkan kesetaraan antara keduanya. Jika ada yang terkesan memposisikan perempuan pada nomor dua, maka itu tergantung pada persepsi dari orang lain dalam menginterpretasikan teks.

Qowim Musthofa
Qowim Musthofa Blogger yang tinggal di Bantul. Mengajar di Institut Ilmu al-Qur'an (IIQ) An-Nur Yogyakarta. Terima kasih telah berkunjung. Korespondensi melalui surel: janurmusthofa@gmail.com

Post a Comment