Pendekatan Antropologi dalam Studi Agama ala Raymond Firth

Table of Contents

Istilah Antropologi di dalam studi agama mungkin terdengar baru dan menjadi topik diskusi di era kekinian. Sebagaimana diketahui bahwa Antropologi merupakan ilmu yang membahas tentang budaya manusia, perilaku, dan keanekaragamaan menurut masing-masing regional yang bersifat tunggal. Artinya, satu teori Antropologi tentang suatu wilayah, tidak sama dengan wilayah yang lain.
Mengingat semua agama mempunyai ruang dan waktu tersendiri, misalnya Yahudi di Israel untuk bani Israil, Kristen di Palestina, Hindu di India, dsb. Apabila agama tersebut dipahami dengan kondisi, tempat, dan pemeluk yang berbeda, maka akan ada perubahan bahkan perkembangan yang menyesuaikan kondisi dan pemeluk yang berada di suatu tempat.
Jauh sebelum Raymond Firth berbicara tentang Antropologi untuk studi agama, pada hakikatnya, Islam pada masa turunnya sudah menggunakan teori antropologi tersebut, misalnya dalam perbedaan dialek antara suku-suku yang ada di bangsa Arab. Rasulullah mengajarkan al-Qur’an sesuai dengan dialek beberapa suku di Arab, hingga kemudian ada perbedaan Qira’at yang akrab disebut dengan Qira’ah Sab’ah.
Hal ini memberikan signal kepada generasi selanjutnya bahwa melihat sisi antropologi dalam suatu komunitas agama sangat diperlukan agar ada penyesuaian yang tidak keluar dari frame nilai-nilai keagamaan itu sendiri secara universal dan humanis, meskipun hal ini sangat sulit, namun minimal menjadi world view dan mindset di dalam setiap researcher.
Qowim Musthofa
Qowim Musthofa Blogger yang tinggal di Bantul. Mengajar di Institut Ilmu al-Qur'an (IIQ) An-Nur Yogyakarta. Terima kasih telah berkunjung. Korespondensi melalui surel: janurmusthofa@gmail.com

Post a Comment