Happy Little Soul Tentang Bagaimana Berbahagia Bersama Anak
Table of Contents
Happy Little Soul: Belajar Memahami Anak dengan Penuh Cinta. Begitulah judul buku ini, ditulis oleh seorang perempuan Riau yang punya akun instagram @retnohening. Pada saat artikel ini ditulis, pengikutnya sudah mencapai angka 1.2jt. Waw sekali...
Saya ndak perlu cerita tentang penulis banyak-banyak dan anaknya yang bernama kirana. Kalian bisa berselancar sendiri bagaimana kehidupan mereka berdua. Dan tentu saja, pengikut sebanyak itu sudah pasti banyak yang ngendors dan iklan tentang hal-ihwal produk anak dan parenting.
Saya hanya akan bercerita tentang isi buku ini saja. Namun, sebelumnya asbababur wurud kenapa saya memutuskan membeli buku ini adalah, karena saya sudah menjadi orang tua, ya sewajarnya harus banyak membaca tentang buku anak-anak.
Sudahkah saya selesai membaca buku ini? Belum. hampir selesai tapi saya sudah tidak kuat menahan keinginan untuk menulis tentang buku ini. Setelah selesai menulis ini akan saya selesaikan. Hehehe.
Dilihat dari bentuk fisiknya, buku ini sangat menarik sekali. Mulai sampul, kertas dan cara lay out sungguh ide kreatif yang menghipnotis pembacanya. Di dalamnya kita akan menemukan desain yang warna-warni ceria dan penuh dengan nuansa anak-anak. Seperti kita masuk di kelas PAUD atau TK.
Untuk isinya, adalah cerita tentang awal kehamilan, masa-masa menghadapi kehamilan, hingga cerita tentang kehidupan kirana mulai dari usia 0 hingga 3/4 tahunan. Di dalamnya kita akan menemukan tips-tips menarik untuk bermain bersama anak yang disesuaikan dengan usianya.
Beberapa hal, sebagaimana buku-buku lain yang saya baca, tentunya mempunyai kesan tersendiri yang unik.
Pertama, saya kaget dan haru ketika membaca halaman persembahan. Penulis mengatakan "Untuk ibu saya, yang tak ingat kapan ia pernah marah dan memasang wajah cemberutnya." Saya aja masih merinding ketika menulis ulang kutipan tersebut.
Saya tidak bisa membayangkan, penulis tersebut dididik oleh orang tuanya seperti apa, kok sampai ia lupa bahwa ibunya tidak pernah marah dan memasang wajah cemberutnya.
Ibu, sebagaimana ibu lainnya yang saya tahu ketika masih kecil dulu. Saya termasuk sering kena marah, sebagaimana teman-teman saya yang lainnya.
Ketika kecil saya merasa bahwa ibu saya sangat galak. Namun, anggapan tersebut hilang seketika pada saat saya sudah mulai beranjak dewasa hingga saat ini sudah mempunyai anak.
Wajar kan?. Dijewer, disabeti, dimarahi, dikejar-kejar untuk mandi, hingga kena marah ketika tidak mau belajar, sanksinya tidak diberi uang jajan.
Kita akan paham setelah usia dewasa, bahwa apa yang dilakukan oleh ibu kita, segalak apapun orang tua kita, pasti merupakan hal yang terbaik untuk kita dalam perspektif orang tua kita tentunya.
Saya sepakat. Jangan sampai memarahi anak. Sebab anak memang seperti itu. Apalagi di usianya yang masih baduta alias di bawah dua tahun. Apa yang dilakukan di usia itu memang menjengkelkan bagi kita sebab hanya bisa menangis dan merengek. Dan kita ndak tahu apa yang diinginkannya.
Nah, memahami anak kita adalah kuncinya. Yang perlu diingat adalah hanya orang tualah yang dimiliki oleh anak. Ia tidak punya apa-apa selain orang tuanya. Kepada siapa lagi mereka meminta jika bukan pada orang tuanya sendiri.
Kita jengkel karena bayi bukan persoalan karena tingkah laku bayi tersebut, tapi karena kita tidak mampu memahami apa yang diinginkan oleh bayi.
Lalu kenapa kita marah kepada bayi? Padahal sebenarnya kita sedang marah kepada diri kita sendiri.
Kedua. Temanilah anak kita sejauh kita masih bisa menemaninya, entah itu bermain belajar dan saling berkomunikasi. Kita harus bisa menjadi orang tua yang bisa dekat secara emosional dengan anak kita sendiri.
Menggendong bayi misalnya. Saya dan istri mungkin terkadang merasa jengkel nggendong Yahya, entah karena faktor capek, banyak kerjaan yang belum selesai, dan rewel ewel-ewel.
Tapi setelah dipikir-pikir. Mungkin kita hanya bisa menggendag-nggendongnya 0-3 tahun saja. setelah itu ia tidak mau lagi digendang-gendong. Belum lagi ketika ia dewasa dan meninggalkan kita sebagai orang tuanya. Kita akan merindukan masa-masa menggendong.
(Di sini saya sering merasa salah ketika, Ibu saya yang datang berkunjung ke tempat kami, meskipun tengah malam datang, sakin senengnya, Yahya yang sedang tidur seketika digendong. Saya merasa bersalah karena sering bilang ke Ibu "Jangan digendang-gendong, Bu. Nanti jadi kebiasaan. Maafkan anakmu ini, Bu. yang sok-sok an jadi ayah baru 5 bulan.)
Sebagaimana yang dialami ibu saya. Tiap ibu saya berkunjung selalu bilang bahwa sudah tidak terasa dulu kamu saya gendong-gendong e sekarang sudah punya anak. Ungkapan seperti itu adalah ungkapan kerinduan.
Sebelum kita mengalami hal itu, lebih baik kita puas-puaskan waktu kita bersama anak. Sebelum ia beranjak dewasa dan mungkin sudah malu kita peluk, cium hingga membuat joke-joke yang sangat garing.
Ketiga. Saat menulis yang ketiga ini, buku sudah selesai saya baca. Sebab rasanya tidak adil menulis sesuatu yang tak pernah selesai saya baca. Hehehe ... Ada bab yang bagi saya sangat spesial. Judulnya Its Oke. Im special dan Menjadi Ibu yang Berbahagia.
Pada dua bab itu bagi saya sangat menyentuh. Pada judul Its ok im special menceritakan tentang perjuangan Ibu menghadapi kelainan kulit yang dialami oleh Kirana. Kirana mengidap eksim semacam alergi yang membuat kulitnya gatal karena faktor cuaca, rasa takut dan cemas.
Rasa gatal tersebut membuat Kirana sering menggaruk-garuk kulitnya hingga berdarah. Di situlah ujian bagi seorang Ibu yang selalu menjaga anaknya hingga jadwal tidurnya berantakan, pernah samalam tidak tidur demi menjaga Kirana agar tidak menggaruk-garuk kulitnya.
Oke. Semua bayi analah spesial, bahkan semua orang. Dan saya yakin setiap orang tua mengalami cobaan yang berbeda-beda dalam mengasuh anaknya. Yang jelas, dari bab tersebut kita diingatkan agar selalu memberikan pengertian yang positif bahwa mempunyai kelainan, baik fisik maupun mental adalah keunikan yang tidak perlu kita risaukan.
Cukup tanggapi secara dewasa dan hadapi dengan berbahagia. Anak saya unik, spesial dan selalu menggembirakan, dan yang lebih penting lagi, saya bersyukur dikaruniai anak oleh Allah.
Gitu kira-kira.
Nah selanjutnya. Menjadi ibu yang berbahagia juga membuat saya menjadi lebih percaya diri dalam mengasuh anak.
(Eh, sebentar-sebentar. Saya baru ngeh. Kenapa banyak buku-buku atau tema-tema menjadi ibu yang baik, jarang sekali dan hampir tidak menemukan buku-buku tentang menjadi ayah yang baik. Atau jangan-jangan saya sedang salah membaca buku?)
Bab terakhir bicara soal pentingnya kontribusi seorang ayah dalam membantu pekerjaan rumah dan mengasuh anak. Seorang Ayah harus bisa memahami kondisi istri yang sedang capek, tidak mood, dan beberapa kondisi yang lain.
Seorang ayah harus bisa menggantikan pekerjaan-pekerjaan sepele di rumah, misalnya mengganti popok, memandikan anak, nyapu, ngepel, memasak dan ... Lho kok jadi semuanya. Hahaha ...
Intinya adalah komunikasi antara suami dan istri dalam mengasuh anak secara bergantian dan saling memahami. Yah, ada kutipan "Seisi rumah akan bahagia, jika seorang istri bahagia." Begitu kira-kira.
Udah segini aja tentang buku Happy little soul. Oiya, harganya cukup mahal sih. 80.000 tapi saya dapat 60.000 lumayan kan. Kok bisa?
Halooo ... saya jual buku, bosku ... kekekeke ...