Penggandaan Mushaf di Masa Usman Bin Affan

Table of Contents
"Jibril datang kepadaku dengan membacakan al-Qur’an dalam satu bentuk bacaan, lalu aku membacakannya kembali kepada Jibril, kemudian aku memintanya untuk menambahkan (bentuk bacaan yang lain), lalu ia menambahkannya hingga mencapai tujuh bentuk bacaan."

Hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas dan dimuat di Shahih Bukhari (hadis no. 4991) dan Shahih Muslim.

Dari hadis di atas, Seluruh ulama sepakat bahwa al-Qur’an diturunkan dengan tujuh macam bentuk bacaan.

Pada zaman Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam, beliau membaca al-Qur’an dengan tujuh bentuk bacaan tersebut, namun tidak semuanya para sahabat belajar tujuh bacaan itu kepada Nabi Muhammad, melainkan ada yang hanya belajar satu bentuk bacaan, ada yang dua bentuk bacaan, dan ada yang lebih dari itu.

Tidak ada satupun sahabat yang belajar kepada Nabi Muhammad semua bentuk bacaan al-Qur’an tersebut.

Ketika Islam sudah menyebar luas di berbagai penjuru wilayah, para tabi’in belajar membaca al-Qur’an kepada para sahabat yang mukim di negara tersebut, seperti penduduk Syam belajar Qira’at kepada Ubay bin Ka’ab, penduduk Kufah belajar kepada Abdullah bin Mas’ud, sedangkan yang lainnya belajar kepada Abu Musa al-Asy’ari.

Pada masa inilah mulai muncul perbedaan bacaan yang sangat mencolok, dikarenakan perbedaan guru (sahabat) yang tidak semuanya belajar tentang berbagai bentuk bacaan al-Qur’an kepada Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam.

Kemudian muncullah Sayyidina Abu Bakar yang kali pertama mengumpulkan mushaf al-Quran menjadi satu atas inisiatif Sayyidina Umar bin Khattab.

Faktor-faktor yang menyebabkan Usman menggandakan mushaf Alquran

Pertama, perbedaan membaca di berbagai wilayah kekuasaan Islam. Ketika terjadi peperangan di kawasan Azerbaijan dan Armenia, Huzaifah bin Yaman menemukan para sahabat membaca Alquran dengan cara yang berbeda-beda. 

Lalu ia melaporkan hal tersebut kepada Usman “Wahai Amirul Mu’minin, satukanlah umat Muslim sebelum mereka saling bertentangan dalam membaca Alquran, sebagaimana yang terjadi pada kaum Yahudi dan Nasrani.”

Atas usulan tersebut, Usman meminta mushaf yang dibawa oleh Khafsah, kemudian Usman membentuk tim penulis mushaf: Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said bin Ash, dan Abdurrahman bin Haris bin Hisyam. Usman berpesan kepada mereka

Jika kalian dan bertentangan dalam menulis mushaf, maka tulislah sesuai lisan orang Quraisy, sebab Alquran diturunkan dengan lisan Quraisy.”

Setelah Alquran selesai ditulis, maka Usman menyuruh membakar mushaf-mushaf selain yang ditulis oleh tim penulis mushaf tersebut. Jadi, pada masa Utsman bin Affan Mushaf al-Qur'an digandakan penggandaan mushaf alquran dilakukan atas ide dari Sayyidina Abu Bakr.

Kedua, perbedaan guru dalam mengajarkan al-Qur'an. Hal ini menjadi pertentangan yang luar biasa, Ibn Jarir at-Thabari menjelaskan dengan mengutip pendapat Abu Ayub mengatakan bahwa sebagian dari sahabat yang bertentangan tersebut saling mengkafirkan satu dengan yang lainnya. (Jamiul bayan, 1/20).

Ketiga, perbedaan terjadi karena masing-masing sahabat mempunyai tulisan alquran yang dimiliki secara individu untuk dibaca sendiri. Di antara mushaf yang masyhur adalah, Ubay bin Ka’ab, Abdullah bin Mas’ud, Abu Musa Al-Asy’ari dan Miqdad bin Amr.

Dari ketiga faktor di atas, menyebabkan perselisihan dan pertentangan yang berujung pada saling mengkafirkan. Maka atas inisiatif Usman mengumpulkan kembali mushaf yang dibawa oleh Khafsah, kemudian ditulis ulang menjadi lima salinan.

Ada pendapat yang menyebutkan 4 salinan, enam hingga tujuh salinan.
Setelah mushaf berhasil digandakan, Usman menyuruh para sahabat untuk membakar mushaf-mushaf selain yang ditulis oleh tim Usman.

Salinan mushaf yang berjumlah lima tersebut disebarluaskan ke berbagai daerah, di antaranya Makkah, Syam, Yaman, Bahrain, Bashrah, Kufah dan Madinah. Oleh sebab itu, Mushaf Usmani memiliki karakteristik tersendiri yang dijadikan sebagai landasan penyalinan mushaf selanjutnya.

Dari uraian singkat di atas tentang perbedaan mushaf, dapat diambil hikmahnya bahwa perbedaan dan beranekaragamnya qira’at yang terjadi di dalam pembacaan al-Qur’an semata-mata sebagai bentuk rukhsah (keringanan) dari Allah swt. juga sebagai bentuk rahmat bagi umat agar mempermudah membacanya.

Qowim Musthofa
Qowim Musthofa Blogger yang tinggal di Bantul. Mengajar di Institut Ilmu al-Qur'an (IIQ) An-Nur Yogyakarta. Terima kasih telah berkunjung. Korespondensi melalui surel: janurmusthofa@gmail.com

Post a Comment