Dua Tahun yang Cepat Datang

Table of Contents
Waktu datang dengan cepat, entah ini perasaanku saja atau memang banyak hal yang terlewatkan begitu saja? Rasanya baru beberapa hari yang lalu, mengumandangkan azan dan iqamat di telinga kanan dan kiri Yahya. 

Dengan suara bergetar, masih teringat samar suaranya tangisnya yang lirih, menggetarkan pipiku yang sempat basah. Entah doa apa yang kurapal saat itu, yang jelas untuk kebaikan-kebaikan yang tak terduga.

Tuhan memang maha pemurah, ia menurunkan malaikat kecilnya untukku, agar diam dan duduk pada waktu tanpa gerutu, agar sakinah baik hati maupun diri. 
Sumber Gambar Pixabay

Kini sudah dua tahun. 

Dua tahun yang cepat datang.

Entah aku yang lupa waktu, atau memang benar-benar tidak pernah menghitungnya? Buat apa juga menghitung waktu yang, tanpa dihitung saja tetap akan berlalu, mengurangi sempat demi sempat, menumbuhkan uban demi uban, mengilukan tulang-belulang?

Ah, sejatinya memang sering lupa waktu, tak sadar hingga merasa rugi hari demi hari. Sudah mencapai apa hingga saat ini?

Dua tahun yang cepat datang, ibunya Yahya yang sering letih tanpa sering kutatih, banyak hal yang tak sering kusampaikan, umpama terima kasih.

Kini baru mengerti arti lelah mengasuh anak yang "sesungguhnya", sebab Yahya disapih, dicukupkan untuk minum ASI dari ibunya, ia harus belajar mandiri sejak dini, agar tak selalu menggantungkan kebahagian kepada orang lain. Diam-diam, aku juga belajar itu dari Yahya, lebih tepatnya belajar bersama dengan Yahya.

Kami sepakat untuk tidak membohongi Yahya dengan cara mengolesi minyak telon di puting susu ibunya agar ia kapok, atau mengolesi lipstik yang merah-merah untuk pura-pura sakit, atau memberikan yang pahit-pahit biar merasa tidak enak lalu tidak mau lagi. 

Kami tidak mau membohongi dengan cara seperti itu, sebab dibohongi itu rasanya sakit, apalagi jika dibohongi oleh orang terdekat kita sendiri. Semoga kami bisa lebih bersabar dalam proses menyapih ini. Jika ini berhasil, aku akan mencoba membagikan tips berdasarkan pengalaman ini. Semoga.

Tugasku sekarang menidurkan Yahya untuk siang dan malam, membacakan cerita, bermain cilukba, lempar tangkap bola, hingga tampolin-tampolinan di atas ranjang pegas (spring bed). Jika sudah lelah, digendong sebentar ia akan tertidur sendiri.

Yahya tipe anak yang kurang bisa menikmati untuk bermain sendiri, jadi pada saat-saat seperti ini, waktunya lebih banyak bersamaku, daripada dengan ibunya. Sebab untuk melalaikan Yahya dari puting susu salah satu caranya adalah mengurangi intensitas dengan ibunya. 

Sebab itulah, hal kecil yang paling membuatku bahagia akhir-akhir ini adalah, melihat Yahya tidur.

Dua tahu yang cepat datang, entah aku yang mudah lupa setiap detail-detail kejadian membahagiakan, atau memang demikian wajarnya menjalani kehidupan?

Terima kasih Yahya, telah hadir di sini, di dada dan denyutku, kau datang membawa suluh, membuka mataku; sedih sebagai silih dan bahagia sebagai tujuan kita, bersama. 
Qowim Musthofa
Qowim Musthofa Blogger yang tinggal di Bantul. Mengajar di Institut Ilmu al-Qur'an (IIQ) An-Nur Yogyakarta. Terima kasih telah berkunjung. Korespondensi melalui surel: janurmusthofa@gmail.com

Post a Comment