Sebagaimana janji saya di artikel sebelumnya bahwa saya akan menuliskan tips tentang menyapih, karena bagi saya menyapih itu kegiatan yang sangat membutuhkan kesiapan. Saya dan istri, sebelum mengatakan iya untuk menyapih, kami menentukan dulu, terkait waktu dan metodenya. Lalu kami menyepakati metode yang dipakai adalah WWL (weaning with love). Oleh sebab itu, artikel ini saya beri judul 5 tips cara menyapih anak secara alami dengan metode weaning with love (WWL). Meskipun berat, tapi alhamdulillah kami bisa melakukannya.
|
qowim.net |
Terkait waktu, kami sepakat untuk menyapih di usia 2 tahun. Jadi sudah kami persiapkan jauh-jauh hari. Bahkan, kira-kira 3 atau 4 bulan sebelumnya, kami sudah mensugesti bahwa 2 tahun nanti akan disapih.
"3 bulan lagi Yahya disapih, Ya. Mimiknya di gelas" Salah satu kalimat yang sering kami ucapkan. Jika tidak lupa, istri juga mensounding (memberikan sugesti ketika dalam keadaan hendak tidur; setengah sadar) Yahya ketika menidurkan Yahya.
Selain waktu, metode juga penting. Sebagaimana yang sudah saya singgung di atas.
Ada beberapa macam metode tentang menyapih anak, namun dari banyaknya metode tersebut, kami memilih menggunakan metode Weaning With Love (WWL) atau menyapih dengan cinta. Jika ada yang belum pernah mendengar, bisa membaca di artikel berjudul Metode Weaning With Love; Cara Terbaik Menyapih Anak. Jika kalian tidak banyak waktu untuk membaca, intinya dari metode WWL adalah menyapih dengan cara tidak membohongi anak. Simpel kan? Hehehe.
Proses menyapih yang kami lakukan ini secara bertahap, dua minggu Yahya hanya boleh nenen 2 kali selama 24 jam, yaitu siang dan malam ketika ia mau tidur. Setelah dua minggu ini berjalan lancar, kami kurangi lagi menjadi sekali selama 24 jam yaitu ketika ia mau tidur malam. Ini juga berlangsung lebih kurang 2 minggu.
Setelah proses dua minggu itu, baru kami sepakat bismillah memulai penyapihan total kepada Yahya.
Oke deh, langsung saja inilah tips-tips yang semoga berguna bagi pembaca yang ingin menggunakan metode WWL ketika menyapih anak.
Luruskan Niat
Niat adalah hal yang paling penting dan menentukan dalam memulai menyapih anak. Sebab, di dalam proses menyapih anak ini tentu akan ada peristiwa-peristiwa rewel yang sampai guling-guling, tantrum.
Kami pernah mengalami hal ini, suatu malam, Yahya sedang tidur sama saya, Ibunya di kamar sebelah. Dalam proses penyapihan ini, Yahya lebih sering tidur sama saya. Lalu tengah malam ia bangun, nangis. Saya gendong tapi ia tidak mau.
Semakin saya pukpuk, semakin ia berontak. Saya nyerah. betul-betul nyerah. Saya letakkan Yahya di atas lantai ruang tengah. Lalu saya duduk di sampingnya, saya diam saja. Takut kalau saya bicara nanti malah marah-marah. Jadi saya memilih diam.
Di tengah-tengah tangisannya yang keras itu, ibunya juga tidak kuat. Ia keluar dari kamar, lalu meraih Yahya dan masuk ke dalam kamar. Saya masih diam dan mengamati tangisannya. Kasihan betul dan tidak tega.
Saya membatin "Udahlah tidak apa-apa kalau Yahya mimik lagi" saya nyerah.
Setelah Yahya masuk kamar sama ibunya, selang beberapa saat Yahya terdiam. Saya melanjutkan tidur. Esoknya, saya tanya apakah Yahya semalam nenen lagi? Kata ibunya, tidak. Alhamdulllah... batin saya.
"Kalau tadi malam saya kasih, maka dia akan punya senjata. Kalau pengen mimik harus nangis guling-guling dulu" Kata istri saya.
Lalu apa niat yang pas ketika menyapih? Kalau saya niatnya adalah untuk kebaikan anak saya, jadi apapun yang terjadi, pokoknya menyapih ini adalah bagian dari wujud kasih sayang, bukan sebaliknya. Ia harus belajar mandiri untuk keberlangsungan hidupnya nanti.
Komunikasi Yang Baik
Komunikasi adalah segalanya. Itu yang selama ini saya percaya. Seorang bayi memang belum memahami apa yang sedang kita ucapkan, tapi mendengar intonasi, melihat sorot mata dan bahasa tubuh adalah hal yang sangat mungkin bisa dipahami oleh bayi. Sebagaimana kita tersenyum atau menunduk untuk menggantikan kata iya.
Sejak Yahya disapih, kami berkomitmen untuk selalu memberikan afirmasi positif kepada diri sendiri, pasti bisa pasti bisa pasti bisa, sabar sabar sabar sabar, tenang tenang tenang tenang. Hadapi dengan bahagia hadapi dengan bahagia. Itulah beberapa kalimat yang sering saya ucapkan kepada diri sendiri untuk memberikan amunisi ketika sedang hendak putus asa.
Afirmasi positif seperti demikian, membuahkan hasil yang luar biasa bagi saya, utamanya ketika Yahya sedang mulai rewel minta nenen. Biasanya, saya gendong dia, saya bawa ia naik motor lalu berhenti di pinggir jalan membiarkannya mengeksplorasi pemandangan di sawah. Pada saat-saat inilah saya selalu bilang pada Yahya tenang kondisinya sekarang.
"Yahya sekarang sudah 2 tahun, kalau sudah 2 tahun mimiknya di gelas, tidak mimik ibuk lagi. Bapak sayang sama Yahya, ibuk juga sayang. Yahya sayang kan sama bapak dan ibuk?" Kalimat-kalimat seperti ini sering sekali saya ucapkan untuk menenangkan Yahya.
Hasilnya, menakjubkan. Saya pikir Yahya tidak merespon apa-apa, tapi ternyata sambil melihat wajah saya dengan mata yang masih berkaca-kaca sebab sisa air mata, ia senyum-senyum dan menepuk dada saya, sambil mengatakan "empak, empak empak" artinya Bapak.
Komunikasi menentukan segalanya. Pesan yang ingin disampaikan akan selalu diterima dengan baik ketika niat kita sudah baik. Beberapa pesan yang tidak tersampaikan dengan baik, biasanya karena niat dan cara yang belum tepat.
Jadi, niatkan yang baik-baik lalu belajarlah untuk mengenal kepribadian anak kita, mengenal karakter anak akan menentukan bagaimana pola komunikasi yang ingin kita gunakan.
Bagi Tugas
Membagi tugas antara suami dan istri. Pertama, harus dipahami dulu bahwa proses menyapih bukan tugas ibu saja, melainkan juga butuh peran ayah. Justru peran ayah lebih besar.
Ada yang bilang kalau anak rewel biarkan saja sampai ia capek sendiri lalu diam dengan sendirinya. Pandangan ini dalam pendapat saya kurang tepat, sebab anak hanya tahu dan hanya bisa mengekspresikan emosi buruknya dengan menangis dan ia butuh perhatian. Di saat ia butuh perhatian dan kasih sayang orang tuanya, kok tiba-tiba diabaikan maka anak akan merasa bahwa ia tidak mendapatkan perhatian dari orang tuanya.
Semakin lama, rasa percaya dirinya akan menurun, ia akan menjadi pribadi yang pemalu bahkan takut. Entah itu takut salah, takut dimarahi atau takut diabaikan.
Nah, untuk menanggulangi hal itu ada baiknya perhatikan satu hal ini untuk bergantian
Jika istri sudah tidak bisa menenangkan, maka suami harus ambil alih. Sebaliknya, jika suami sudah tidak bisa menenangkan maka istri harus ambil alih. Begitu seterusnya, sambil belajar sekaligus mempraktikkan ilmu sabar. hehe
Alihkan Perhatian
Ada yang bilang untuk mengalihkan perhatian anak dari nenen dengan cara bilang nanti. Misalnya "Nanti aja, ya.. sekarang beli jajanan dulu..." dengan harapan sang anak akan lupa. Padahal, ini buruk akibatnya, ya paling tidak menurut saya sendiri sih.
Buruknya adalah, anak pasti tahu bahkan memahami dan ingat bahwa kata nanti itu artinya menunda, meskipun ia lupa setelah itu, dimungkinkan ia akan ingat setelahnya lagi. Meskipun keinginannya tidak sekuat sebelumnya, namun lama-lama anak akan menyimpulkan bahwa kata nanti itu artinya tidak akan terjadi.
Bohong. dalam kata lain.
Saya menghindari itu, lebih baik mengatakan tidak boleh, daripada bilang nanti tapi tidak akan terjadi. Alihkan saja perhatiannya dengan yang lain. Alhamdulillah kami punya tempat-tempat andalan untuk mengalihkan Yahya, tapi yang paling sering kami repoti adalah teman kami sendiri yang sudah punya anak kecil.
Biasanya kami ajak Yahya ke rumah teman untuk bermain bersama anaknya, jadi kami sebenarnya diuntungkan. Alhamdulillahnya ada 3 rumah yang sering kami dolani. wkwkw. Jadi kalau digilir satu minggu dua kali saja, itupun cuma 1-2 jam saja. Untuk menunggu jam tidur Yahya.
Biasanya, pulang dari rumah teman, naik motor sebentar sudah ngantuk. Sampai di kontrakan digendong sebentar langsung tidur.
Tentunya masing-masing anak mempunyai kebiasaan tersendiri yang berbeda dari yang lainnya, oleh karena itu sangat dibutuhkan untuk mengenali kebiasaan anak dan mengetahui waktu-waktu yang tepat untuk mengalihkan mereka dari nenen. Utamanya menjelang tidur siang dan malam.
Nah, yang sering kerepotan justru malam hari. Karena tidak mungkin kami ajak Yahya bermain di tempat teman, tentunya mengganggu juga, kan?
Tidak ada jalan lain kecuali dengan menggendongnya. Intinya adalah mengalihkan perhatian anak, sebanyak-banyaknya dan sesering-seringnya dengan catatan tidak boleh BERBOHONG. Sebab kata guru saya, Gus Rum mengatakan "membohongi anak kecil juga merupakan dosa"
Bertahan
Waktu 1-2 minggu pertama adalah waktu paling menentukan dalam keberhasilan menyapih anak, karenanya pada waktu-waktu tersebut sebisa mungkin harus bertahan sekuat tenaga untuk tidak menuruti anak yang ingin nenen.
Tidak tega, mungkin. Tapi harus tega demi kebaikan bersama kan? Jika kita kalah, maka anak akan punya senjata paling ampuh. Misalnya, kita sudah capek-capek menyapih dapat 1 minggu berhasil, setelah itu ada momen yang sangat membuat kita tidak tega, sebagaimana yang saya alami di atas. Nangis kejer-kejer yang dilakukan oleh anak semata-mata ia ingin nenen.
Ia memang belum bisa mengontrol emosinya, jika kita menuruti hal tersebut maka yang terjadi adalah kesimpulan yang dimiliki oleh anak "Jika aku nangisnya semakin keras, maka ibu akan menuruti kemauanku" begitu misalnya. Lebih baik kita menggendongnya, memberinya mainan yang ia sukai atau jajan yang paling ia sukai sambil mengatakan pelan-pelan tentang proses menyapih.
Untuk membantu proses bertahan ini lebih ampuh, dalam pikiran saya pokoknya ini demi kebaikan anak dan orang tua. Dengan pemahaman seperti ini, saya seolah mendapatkan tenaga baru bahwa apapun yang terjadi pokoknya ini demi kebaikan bersama, bukan karena ingin mencelakakan anak.
Nah, segitu aja tips dan triknya, semoga bermanfaat. Jika ada tambahan dan ingin berbagi pengalaman bisa tulis di kolom komentar ya...
Post a Comment