Kajian Pustaka dan Bagaimana Sistematika Cara Penulisannya

Table of Contents

Tulisan ini membahas tentang kajian pustaka (literature review) yang jamak kita temukan di semua tulisan berbasis ilmiah. Tulisan berbasis ilmiah tersebut mulai dari skripsi, tesis, disertasi, jurnal ilmiah, esai ilmiah, artikel ilmiah bahkan orasi ilmiah. Mengapa penting mencantumkan kajian pustaka pada tulisan ilmiah? Itulah salah satu dari dua hal penting yang dibahas pada tulisan ini. Hal yang kedua adalah tentang bagaimana sistematika cara penulisan kajian pustaka. 

cara menulis kajian pustaka
qowim.net

Pengantar

Kajian pustaka termasuk salah satu subpembahas yang seharusnya tercantum pada setiap proposal penelitian dan hasil riset, biasanya tergantung pada selingkung yang digunakan pada sebuah instansi, mulai dari perguruan tinggi, lembaga penerbitan hingga media-media daring yang memiliki nilai kumulatif yang terakui kredibilitasnya.

Namun jika kita perhatikan lebih teliti dari semua selingkung yang ada, kita akan menemukan satu ciri khas yang hampir semuanya dimiliki oleh lembaga-lembaga tersebut. Yaitu dari segi dialektika yang terbangun pada semua karya yang dirujuk sebagai kajian pustaka.

Ya, betul. Fungsi dari kajian pustaka adalah menunjukkan kebaruan apa sedang dan telah kita tulis yang kemudian disebut sebagai karya ilmiah. Tanpa ada kajian pustaka atau literature review, kita tak bisa membuktikan bahwa tulisan ilmiah kita benar-benar baru. Lagi pula, kebaruan (novelty) adalah fungsi utama dari sebuah riset.

Jika dilihat dari segi namanya adalah Kajian Pustaka yang terambil dari bahasa inggris literature review berarti betul-betul ada kajian/review di sana, tidak sekadar merangkum saja.

Review Lebih dari Sekadar Merangkum

Review berbeda dengan merangkum, review artinya mengkaji yang, dari aktivitas tersebut juga melakukan perbandingan, kritik, dialektika dan saling mengaitkan antara satu riset/artikel dengan riset yang lain. Sedangkan resume/merangkum hanya mendeskripsikan saja tentang hasil dan metode yang digunakan pada sebuah tulisan ilmiah.

Nah, yang sering saya temukan dari mahasiswa ketika menulis skripsi, kajian pustaka ditulis sekadar merangkum saja, bukan betul-betul mengkaji. 

Sistem penulisannya dengan numerik, makin banyak maka makin bagus, namun tidak bisa mengaitkan antara riset satu dengan yang lain. Alih-alih menghubungkan, mahasiswa hanya menuliskan kembali abstrak yang ada di semua hasil riset yang ia temukan. 

Jika melakukan hal demikian, artinya hanya merangkum, alih-alih mereview. Sebab tak ada usaha untuk membandingkan dan menghubungkan, bahkan mengkritisi. Oleh sebab itu, saya tuliskan cara penulisan kajian pustaka seperti di bawah ini.

Sistematika dan Cara Penulisan Kajian Pustaka

Terkait sistematika dan cara penulisan kajian pustaka, saya memberikan contoh dari artikel yang sudah saya tulis pada tahun 2017. Ya, kalau punya contoh dari artikel sendiri, kenapa harus dari orang lain, kan? Lagi pula, saya juga berdasarkan dari kajian pustaka yang benar-benar saya ikuti cara penulisannya. Jadi, saya yakin ini representatif.

Secara praktis inilah beberapa cara sederhana untuk melakukan kajian pustaka atau literature review.

Inventarisasi Karya ilmiah yang Berkaitan

Semua tulisan yang berkaitan dengan tema dan judul penelitian harus dicari sebanyak-banyaknya. Jangan membatasi lingkup jurnal saja, skripsi saja, tesis saja atau saja-saja yang lainnya. Namun semua jenis riset yang sudah terpublikasi itu bersifat legal untuk dikutip. 

Silakan temukan di 14 situs referensi jurnal ilmiah yang bisa diakses secara gratis. Selain itu, mayoritas kampus di Indonesia juga mempublikasikan hasil risetnya secara publik. Anda bisa menggunakan kesempatan tersebut dengan baik. 

Membaca Hasil dari Pencarian Karya Ilmiah

Tidak hanya mengumpulkan, tetapi juga membacanya dengan seksama, tujuannya agar tahu bagaimana orang lain berpikir dan menghasilkan riset yang berkaitan dengan tema dan judul kita. 

Menyaring

Jika sudah membaca hasil-hasil riset tersebut, saya yakin tidak semuanya kita butuhkan atau memang benar-benar kita perlu cantumkan pada kajian pustaka. Inilah pentingnya menyaring atau menyortirnya, agar data-data yang kita kemukakan itu benar-benar berkualitas. 

Jika Anda sudah sampai pada tahap ini, Anda akan menemukan semacam benang merah dari semua riset yang sudah pernah terpublikasi. 

Setelah ini lalu apa? 

Menulis

Tuliskanlah hasil menyaring dan penemuan benang merah tersebut yang, tidak hanya secara deskriptif tetapi juga analitis. Melalui perbandingan, penyanggahan, mengaitkan, hingga mengkritisi. 

Jangan lupa, pada bagian ini ambillah posisi anda sebagai periset yang ingin menawarkan hal baru. Dengan cara menunjukkan bahwa "Apa yang saya lakukan belum pernah dilakukan oleh periste yang lain dengan alasan bla bla bla bla...." 

Misalnya seperti itu. Ambil posisi ini sangat penting dan menentukan nasib riset Anda selanjutnya.

Di bawah ini saya berikan bagian kajian pustaka yang menjadi salah satu isi dari latar belakang masalah pada pengantar tulisan. Untuk memudahkan identifikasinya, saya sengaja memberikan warna-warna khusus yang berbeda agar makin mudah untuk memahaminya.

Contoh Kajian Pustaka

... , studi yang dilakukan oleh Anas memberikan kesimpulan bahwa jilbab dapat membentuk identitas keislaman dan ideologi tertentu, baik secara individu maupun kolektif. Pada penelitian tersebut, Anas lebih fokus terhadap identifikasi jilbab secara kolektif bahwa individu adalah bagian integral dari organisasi yang bisa merepresentasikan sebuah identitas gerakan.
Selain Anas, studi paling mutakhir terkait eksistensi jilbab di perguruan tinggi dilakukan oleh Turmudi tahun 2016, ia mengungkapkan bahwa penyebarluasan jilbab pada kampus jauh lebih efektif ketika melibatkan mahasiswa di ruang-ruang diskusi organisasi yang berada di kampus. Pada penelitian tersebut, Turmudi menegaskan bahwa jilbab merupakan salah satu media dakwah bagi organisasi perempuan di perguruan tinggi.
Studi selanjutnya dilakukan oleh Eveline Ramadhani pada tahun 2017 yang menyimpulkan bahwa pengguna jilbab yang menjamur di perguruan tinggi mempunyai identitas-identitas tertentu bagi masing-masing organisasi sekaligus dapat dimaknai sebagai representasi simbolis dalam pergaulan dan konsolidasi gerakan-gerakan yang ada di perguruan tinggi. Lebih jauh dari penelitian tersebut, ia mematahkan thesis Batkorwski di tahun 2000 yang mengatakan bahwa penggunaan jilbab adalah bentuk opresi gender terhadap perempuan, sedangkan Eveline menunjukkan bahwa jilbab adalah suatu kebebasan dan modernitas bentuk baru.
Selain itu, studi yang dilakukan oleh Besse Risnayanti juga memberikan penjelasan yang signifikan bahwa jilbab dapat dijadikan sebagai simbol komunikasi yang berkaitan erat dengan budaya dan ideologi tertentu.
Terkait dari beberapa studi di atas, setidaknya terdapat dua hal yang belum ditekankan pada penelitian sebelumnya. Pertama, jilbab bukan semata-mata pakaian fisik yang berfungsi untuk menutup aurat perempuan, melainkan dipengaruhi oleh cara dan gaya berjilbab yang sedang menjadi trend-setter. Kedua, jilbab dipahami sebagai fenomena pakaian psikologis, sebab menggunakan jilbab bukan semata-mata agar dipandang sama dengan anggota kelompok yang diikuti, tetapi juga sikap aktualisasi diri terhadap pemahaman yang dimiliki oleh seseorang. Oleh karena dua hal tersebut, penulis di sini lebih memfokuskan jilbab dalam konteks identitas secara psikologis dari organisasi mahasiswa Islam di kampus UGM.

Jurnal Wawasan, UIN Sunan Gunung Djati https://doi.org/10.15575/jw.v2i2.1680

Keterangan

Pada kajian review di atas, saya munggunakan 4 artikel terbaru yang saya temukan yaitu karya Anas, Turmudi, Risnayanti dan Eveline. Di sana, saya tidak perlu mencantumkan banyak sekali informasi yang ada di riset-riset mereka, mulai dari latar belakang, metodologi hingga hal-hal minor yang sama sekali tidak berkaitan dengan fokus riset yang saya lakukan. Saya cukup menghubungkan riset-riset yang sudah ada dengan cara mendialektikan artikel dan kesimpulan yang mereka hasilkan. Lalu terakhir dengan menegaskan bahwa ada hal-hal yang belum dilakukan oleh peneliti sebelumnya.

Nah, di situlah letak ceruk yang belum terisi oleh orang lain lalu kita ingin mengisinya. Simpulan yang saya tulis bukan berdasarkan asumsi, namun ada fakta-fakta yang memang belum terbahas oleh orang lain. Mungkin, data saya tidak lengkap, namun setidaknya saya bisa memberikan argumentasi kepada pembaca bahwa riset yang saya lakukan betul-betul.

Ya, lebih kurang begitu, jadi intinya dari kajian pustaka adalah menghubungkan riset-riset terdahulu yang "terkesan" tak berkaitan, agar kita bisa memposisikan diri dengan mengatakan "Saya mau mengisi bagian mana, yang sekiranya belum diisi oleh peneliti sebelumnya"

Saran Tipis-tipis

Lebih baik kajian pustaka tidak ditulis dengan sistem numerik, melainkan menarasikannya agar bisa mengetahui benang merah dari garis besar dan corak riset-riset yang sudah ada. Tidak perlu terlalu menggebu menghabiskan berlembar-lembar halaman agar memberikan kesan tebal. Lebih baik sedikit halaman namun isinya sangat padat dan penuh dengan aktivitas review/mengkaji, tidak sekadar merangkum.

Penutup

Cukup sekian dulu artikel tentang kajian pustaka dan sistematika cara penulisan kajian pustaka. Semoga ini bisa bermanfaat dan memberikan semangat untuk benar-benar mereview pustaka yang sudah ditemukan. Jika ada pertanyaan silakan cantumkan pada kolom komentar

Qowim Musthofa
Qowim Musthofa Blogger yang tinggal di Bantul. Mengajar di Institut Ilmu al-Qur'an (IIQ) An-Nur Yogyakarta. Terima kasih telah berkunjung. Korespondensi melalui surel: janurmusthofa@gmail.com

Post a Comment